Nafsu

Aku telah mampu mengendalikan nafsuku sejak aku meninggalkan kerakusan!” Pengakuan seorang yang telah memenangkan dirinya dari salah satu musuhnya. (Majalah Nibras)

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Wahai hurufhuruf penegak katakataku, bercahayalah selalu! Merindumu adalah kegemaranku yang tiada akan pernah usang oleh masa. Semoga Allah selalu menyertakan dirimu dalam membersamai orangorang yang mencintai ketaatan kepada Allah dan RasulNya, melebihi sesuatu apapun di dunia ini!

~DR. Hayat Ba Akhdor~

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Sehat

Sehat itu ada dan tidak diketahui. Kita mengetahui bahwa sehat itu penting. Namun, kita akan menyadari pentingnya, saat kita diuji dengan rasa sakit.

Sehat itu meniadakan dan diketahui. Energi diri kita akan tiada bersamaan dengan dicabutnya nikmat sehat. Pada saat itu kita akan tahu betapa pentingnya, kita menjaganya.

Sehat menjadi salah satu dari dua nikmat yang diberikan Allah kepada kita: Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)

“Menunjukkan kecuekan yang berlebihan, merupakan bentuk peduli yang tinggi.” Demikian salah satu teori psikologi mengatakan.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Memaknai Sedih

Saya sedih akan meninggalkan Negeri Dua Masjid Suci. Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.  Sakit juga sempat menyapa saya, karena kesedihan yang teramat dalam.

Kemarin saya mengunjungi Madinah Al Munawwarah, untuk terakhir kali sebelum saya meninggalkan negeri tercinta ini. Hari terakhir itu sangat membuat saya sedih sekali. Berat rasanya walau sekedar melambaikan tangan. Rasa sedih ini coba saya cerna dan ikat dengan bayangan saya, bagaimana jika di akhirat nanti Allah tidak taqdirkan saya bertemu dengan Rasulullah? Allah haramkan saya meminum dari telaga kautsarnya? Apakah ada kesedihan yang lebih besar dari dua hal itu? Pertanyaan itulah yang kemudian menjadikan perlahan kesedihan ini berkurang. Karena saya harus melanjutkan amal kebaikan, untuk menghimpun bekal, berharap Rahmat Allah, tidak mengharamkan bagi saya perjumpaan denganNya dan  Rasulullah di surgaNya.

Mengapa kemudian saya sangat merasakan kesedihan meninggalkan negeri dengan dua Masjid Suci ini? Negeri ini adalah sebuah bukti bahwa Allah mendengar doa kita. Sebagaimana Allah telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim, untuk menjadikan negeri ini menjadi pusat kerinduan bagi semua hati manusia, terutama orang-orang muslim. Kesedihan ini bukan saja karena takut tidak ada taqdir untuk kembali mengunjunginya, namun karena semakin jauh saya dari tempat ini, itu berarti saya semakin jauh dari baitullah, dari rumah pencipta kita. Di mana di sini banyak sekali keutamaan, bagi kebaikan yang kita lakukan, pahalanya akan dilipatgandakan.

Sedih saat mengingat itu semua, namun demikian saya diingatkan kembali dengan firman Allah di dalam Surat Al Haj Ayat 25:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ ۚ وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ  

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.

QS. Al Hajj: 25

Ayat tersebut di atas mengisyaratkan bahwa tidak hanya kebaikan yang dilipatgandakan ketika dilakukan di negeri ini. Namun kejahatan secara zalim pun dosanya akan berlipatganda. Bahkan dalam ayat ini diisyaratkan, walau itu hanya berupa keinginan berbuat jahat sudah tercatat sebagai dosa yang akan dirasakan kepadanya siksa yang pedih.

Siksa yang pedih ini bukan sekedar kobaran api neraka yang melahap kulit penghuninya, namun bersama itu, hatinya akan juga merasakan betapa perihnya bara, yang membakar, menguliti, tumbuh kembali, dan berkali-kali tanpa henti proses itu terulang dan dirasakan selamanya di dalam neraka. Juga akan merasakan pedihnya penyesalan, yang saat itu  sudah tidak memiliki manfaat, karena sudah tidak ada kesempatan untuk memperbaikinya.

Ada firman Allah di dalam surat Al Baqarah: 174 dan Surat Ali ‘Imron: 77,  sekilas dua ayat tersebut memiliki kemiripan, karena di dalamnya terdapat ancaman bagi orang yang memperjualbelikan agamanya untuk kepentingan duniawi  (Bahasa Al Qurannya, di dalam surat Al Baqarah, menyembunyikan kebenaran dan menjualbelikan dengan harga murah, sedangkan dalam surat Ali Imran, memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang murah). Bagi mereka akan mendapat siksa dengan tidak memakan kecuali api neraka, Allah tidak akan menyapa mereka di hari kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Demikian ancaman di dalam surat Al Baqarah.

Sedangkan di dalam surat Ali ‘Imron mereka diancam tidak akan mendapatkan bagian apapun di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka, dan tidak akan menyucikan mereka. Kedua ayat tersebut kemudian ditutup dengan ancaman yang sama yaitu bagi mereka siksa yang pedih. Apakah ada kesedihan yang lebih menyedihkan dari peristiwa ini? Mengingat kesedihan yang akan menimpa orang-orang yang ada dalam firman  Allah tersebut, kesedihan saya akan meninggalkan Negeri dengan Dua Masjid Suci, menjadi mengecil.

Hingga saya menemukan kesimpulan: “Sedih di dunia tidak lebih besar dari rasa sedih, yang akan dirasakan orang-orang kafir di akhirat. Sedih di dunia akan terurai dengan kesempatan kita menemukan solusi. Sedang sedih di akhirat, tidak ada kesempatan untuk memperbaiki.”

Demikian pemaknaan sedih yang saya rasa, saya kaitkan dengan mauqif ukhrawi. Agar rasa sedih saya ini terurai dengan baik, hingga saya dapat menerima taqdir ini dengan sepenuh  ridho.

Namun sedih ini juga harus kita temukan maknanya, dalam kehidupan duniawi kita. Bahwa kita harus bahagia, karena kebahagiaan itu akan menguatkan kesehatan fisik dan jiwa kita. Bahkan Ibnul Qayyim mengatakan, bahwa kesedihan itu tidak ada maslahatnya bagi hati, syetan suka orang mukmin yang bersedih, karena ia akan mudah untuk menggodanya, agar berhenti melangkah dan melanjutkan perjalanannya menuju Allah.

Karenanya selain berpengaruh terhadap kesehatan, sedih juga akan berpengaruh kepada ibadah kita. Mengingat ini semua, perlahan sedih saya ini dapat saya kontrol dengan baik. Walau saya perempuan yang tabiatnya lebih banyak fokus pada rasa, yang dirasakannya, Alhamdulillah melalui pemaknaan ini, Allah anugerahkan logika saya berhasil menjadi penyeimbang yang baik. 

Saya akan meninggalkan Negeri ini, hal ini juga mengingatkan saya kepada kematian. Sebelum saya pergi meninggalkan negeri ini, saya menawarkan barang-barang yang Allah titipkan selama delapan tahun saya di sini, untuk dipindah tangankan, apakah untuk saya jual atau saya berikan percuma. Hal ini juga sebuah gambaran kecil bagi kita, saat kematian tiba, maka semua kepemilikan yang Allah titipkan selama kita hidup, juga akan berpindah tangan kepada ahli waris. Gambaran ini cukup juga memberi andil bagi penyusutan rasa sedih saya.

Kita Allah persaudarakan dalam iman, perkenankan saya memberi nasehat untuk diri saya dan saudari-saudari saya sekalian:

Pertama, kehidupan ini hanya sementara, di dunia ini hanya persinggahan semata. Mungkin hari ini saya yang akan meninggalkan negeri ini, anda sekalian mungkin besok, pekan depan, bulan depan, tahun depan, dan hari-hari berikutnya. Semua kita akan pergi baik itu dari negeri ini atau dari dunia ini. Pastikan kita pergi dan melanjutkan perjalanan ini, senantiasa berada dalam jalan Allah. Fisabilillah.

Kedua, Jadikanlah Al Quran teman terbaik bagi perjalanan kita ini. Tidak bosan membacanya. Sempatkan dan sengajakan untuk membaca tafsirnya. Mentadabburinya, munculkan pertanyaan pada setiap ayat yang dibaca “Apa yang Allah inginkan dari saya, untuk mengamalkan ayat ini?” perlahan jawab pertanyaan tersebut dalam setiap amal yang kita upayakan, sambil terus memohon kepada Allah keteguhan untuk ditetapkan dan diteguhkan di jalan menjuNya.

Ketiga, Jadikanlah dzikirullah sebagai bagian yang tidak terpisah dari kehidupan kita.  Karena dua hal penting. Pertama, mengapa bagi manusia yang gagal beriman, padahal mereka sudah dibekali perangkat kesadaran yaitu: hati, pendengaran, dan penglihatan, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, bahwa mereka lebih rendah derajatnya dari hewan? Dikarenakan  hewan dalam ini mengakui penciptanya, mereka juga memiliki tasbih khusus untuk berdzikir kepada Allah. Sedangkan manusia dengan perangkat kesadaran yang dilekatkan kepadanya masih lalai? Karenanya ia menjadi lebih rendah derajatnya dari hewan, ketika ia lalai menggunakan perangkatnya tersebut untuk menebalkan keimanannya. Kedua, sebagian dari penghuni surga saja, akan merasakan rugi tidak menggunakan setiap detik waktunya di dunia dengan dzikrullah. Hal ini terjadi ketika mereka sudah mengetahui dengan ‘Ainil Yaqin bahwa surga memiliki tingkatan yang berbeda, penempatan penghuninya disesuaikan dengan tingkat kualitas dan kuantitas amal kebaikannya di dunia.

***

Demikian Ekspresi sedih Ustadzah Naqo’ –hafidhahallah-. Sebuah pemaknaan rasa sedih yang indah. Beliau Istri salah seorang ustadz yang membimbing kajian tafsir dwipekanan KALIMAH (Komunitas Muslim-Muslimah Indonesia Makkah), Ustadz Fahmi Islam.

Jumat tanggal 9 September 2022 kemarin beliau menuturkan pemaknaan rasa sedih beliau, akan meninggalkan negeri dua masjid suci ini, dalam bahasa Arab yang sesekali bercampur dengan bahasa Indonesia. Kemudian saya alihbahasakan, dengan gaya bahasa lepas saya, tentu saja dan pasti banyak juga yang tidak terekam, lebih kurangnya saya mohon maaf.

Senin pekan ini, beliau dengan keluarganya, akan kembali untuk melanjutkan perjuangannya, di bumi nusantara, Indonesia. Semoga Allah selalu menjaga dan melindungi beliau haitsuma kanat. Barakallah fi ‘ilmiha wa nafa’a biha Al Ummah.

Dipublikasi di Uncategorized | 3 Komentar

Mulailah!

Waktuku habis untuk mengurus rumah, melayani kebutuhan anak dan ayahnya. Hingga tidak jarang waktu tidurku juga berkurang. Ada ruang kosong di hatiku yang menuntut waktu untuk intens dengan Al Quran. Namun, waktu nyaris tidak menyisakan dirinya untuk memenuhi kebutuhan hatiku itu. Kondisi ini sangat menyiksa hari-hariku. Hampa senantiasa menyergapi jenakku.

Suatu hari aku mengeluhkan masalahku ini kepada seorang guruku.

“Jangan jadikan Al Quran di sisa waktumu, Asma. Kapan kamu selesai dari pekerjaan harianmu, maka mulailah membacanya! Masalahmu selama ini, mungkin kamu sering tidak memulainya.

Al Quran itu sangat mulia. Jadikanlah interaksi dengannya menjadi bagian penting dalam hari-harimu.

Mulailah membaca, memahami, dan mengamalkannya walau pekerjaan banyak teragenda dalam harimu! Jadikan sebagian waktu istirahat dan tidurmu bagian dari waktumu bersama Al Quran. Dengan demikian berkah dan kemudahan akan meliputi kehidupanmu.

Sebenarnya kamu tidak sedang sangat butuh mencari waktu yang tepat untuk bersamanya. Karena cukup kamu meluangkan waktu bersamanya, kamu akan menemukan waktu emasmu.

Menancapkan niat yang jujur di hatimu dan angkatlah tanganmu, mintalah Allah turunkan bagimu keberkahan. Dua hal itulah yang kamu butuhkan untuk memulainya!” Nasehat guruku. Semoga Allah menjaganya dalam ketaatan dan kebaikan yang tidak terputus.

#ceritaseorangukht #interaksidenganalquran #alquranismylive

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Bening

Bulir bening mata berjatuhan. Mengekspresikan bahagia yang meliputi harinya. Terhitung 21 hari, Allah mengaruniainya saudara yang tidak pernah kehilangan cara untuk selalu berbahagia. Karena lisan mereka terucap Al Quran. Hati mereka tercelup Al Quran.

“Akhir kebersamaan kita hari ini bukan akhir dari prestasi kita. Kita harus menyambungnya dengan prestasi berikutnya. Memahami dan mengamalkannya. Umar bin Khattab saja menyengajakan khatam Al Baqarah bil ghaib dalam delapan tahun, sama sekali bukan karena beliau tidak bisa menghafal cepat. Namun, mengamalkan isi Al Quran itu lebih penting dibanding menghafalnya.” Nasehat Ummu Ma’an, peserta dengan usia yang tidak muda namun semangat tidak kalah dengan yang muda.

“Kalau kalian di surga dan saya di neraka, jangan lupa sebut nama saya. Ajukan kepada Allah sebagai nama yang pernah membersamaimu. Membangun cinta dengan Al Quran.” Wasiat terakhir guru mereka.

#FiksiSore

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Seni Kematian Ulama

Akhir hidup orang yang intens berinteraksi dengan Allah.

Ibnu Rajab menulis Sharhul Bukhori, sampai pada pembahasan al Janaiz (Jamak dari kata janazah), kemudian meninggal.

Sheikh Muhammad Al Amin Al Shanqithi -Rahimahullah- menulis tafsir “Adhwaul Bayan” sampai pada akhir ayat al Mujadalah, kembali keharibaan Allah.

Ibnu hajar -Rahimahullah- wafat saat membaca firman Allah: “سلام قولا من رب رحيم”

Ibnu Taimiyah -Rahimahullah- kembali keharibaan Allah, saat membaca: “إن المتقين في جنات ونهر في مقعد صدق عند مليك مقتدر”

Wafat Sheikh Muhammad Al Mukhtar Al Shanqithi ayah Sheikh Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar Al Shanqithi, setelah menyampaikan kajian di haram, tentang: “Keutamaan Mati dan dikubur di Madinah”

Sheikh Muhammad Rasheed Ridho meninggal -Rahimahullah- setelah menyelesaikan tafsir ayat 101 Surat Yusuf.

Sheikh Abdul Aziz al wahaibi -Rahimahullah- di kediamannya menyampaikan kajian tentang karakteristik surga dari sohih al Bukhari. Kemudian setelah kajian berangkat ke Al Sharqiyah untuk menyampaikan kajian. Dalam jalan menuju majelis ilmu itu beliau dengan yang menyertainya menyambut taqdir kematiannya.

Contoh lainnya buanyaaak!!!

Mereka menyibukkan dirinya dengan ilmu, dan mereka menjemput taqdir kematiannya di tamannya.

Semoga Allah mengaruniakan kita jalan istiqamah dan husnul khatimah.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Pesona Senja

Keindahan yang tampak merona, bukanlah ukuran keberhasilan. keteraturan yang terlihat memesona, bukanlah standar kebahagiaan. Karena keberhasilan dan kebahagiaan yang baru ditangkap akal dan indra hanya semu adanya. Keberhasilan dan kebahagiaan hakiki berada pada perpaduan rona yang tertangkap indra dan akal, juga pesona yang tertangkap hati.

Empat ratus sembilan puluh dua purnama terlewati. Empat belas ribu tujuh ratus enam puluh hari terlampaui. Sebuah capaian kesyukuran yang belum seberapa. Tingkat kesadaran yang belum utuh tercipta. Jejak kesabaran yang belum terbangun sempurna.

Sekian sia terakumulasi dalam palung kebinasaan. Seringkali sadar itu ada, namun kesesatan demi kesesatan telah membutakan. Tidak terampil dalam meletakkan prioritas, melengkapi deretan kesiaan yang melenakan.

Kembali adalah satu-satunya kata yang harus terealisasi nyata. Tercermin dalam pola pikirnya. Terserap utuh dalam semesta hatinya. Hingga tampak dalam setiap pilihan dan keputusannya.

Tidak penting bagaimana kemudian senja menjalankan rutinitas keindahannya. Karena yang terpenting adalah proses senja itu melewati setiap tahapannya. Hingga menampakkan banyak sekali pesona.

Makkah, 07111443

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Kampung Para Pemaaf: Part 1: Asumsi

“Kerugian apa yang kau alami, Tih? Sebegitu kesal dan marahnya kamu?” Tanya Ibu seakan menghakimi amarah, yang memuncaki ubun-ubun Fatih.

“Ini sama sekali bukan tentang Fatih rugi apa dan berapa, Bu. Ini persoalan penting, ini kegagalan sebuah bangunan integrasi manusia. Ketika nilai kejujuran anjlok di hadapan rupiah, yang nilainya fluktuatif sesuai tangan siapa yang menggenggamnya.” Jawab Fatih.

“Mbok ya ngomong yang jelas toh, Tih. Mana bisa Ibu cerna kata-katamu itu.” Lontar Ibu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ibu, mereka bersekongkol ingin mengambil alih satu per satu hak milik warga kampung kita. Kalau saja mereka terus terang saja apa maksud mereka, dan dibuka ruang diskusi, itu lebih melegakan bagi semuanya. Namun jika melalui praktek persekongkolan dengan perangkat kampung, apalagi dengan iming-iming yang membuat warga tidak memiliki pilihan, selain menyerahkan asetnya, apakah itu tidak memuakkan?” Berapi Fatih menyampaikan sudut pandangnya.

“Fatih, itu baru asumsi. Sudahlah jangan diambil pusing. Selama itu masih asumsi, berarti itu belum genting masalahnya. Kita harus membuktikannya dengan data yang detail. Tutup saja dulu pradugamu, namun kita tetap harus waspada, khawatir dugaanmu benar. Waktu akan menunjukkan semuanya. Apakah pradugamu yang benar atau sebaliknya kamu salah menduga?”

wa lil haditsi baqiyah 🙂

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Pesona

Kekhusyuan dari masjid ke masjid itu, perlahan terdengar bergema. Menyertai Fajar yang bernafas lega. Tafakur harus menyala. Hingga ampunanNya berhasil memesona.

Ampunan Allah harus terbangun menjadi daya tarik utamanya. Sebagai ruh bagi amal ketaatannya. Tanpanya, bagaimanakah seorang hamba bisa leluasa berharap keluasan rahmatNya, menjadi bagian dari hidupnya?

AmpunanNya yang bersanding dengan rahmatNya, adalah kekuatan super bagi eksistensi seorang hamba. Ia tiket untuk masuk surga, yang tidak akan pernah bisa terbeli dengan mata uang apapun di dunia, kecuali dengan ketulusan taat kepadaNya.

Menaaati seluruh perintahNya dan menjauhi semua laranganNya, dengan menjadikan Rasulullah Saw sebagai contoh utama bagi keseluruhan amal kehidupannya. Itulah jaminan cinta Allah akan diberikan kepada hambaNya.

Cinta bisa utuh mengangkasa, dengan dua sayap yang berbeda. Memelihara rasa takut Allah tidak menerima amalnya. Memupuk rasa harap Allah menerima amalnya, disertai ampunan dan rahmatNya tercurah deras, menjadi bagian yang tidak terpisah, dari kehidupan dunia akhiratnya.

Demikianlah “pesona” bekerja. Memikat keseluruhan cinta untuk memaknai sebuah cita utama. Agar amal tidak hanya berupa kata. Mewujud dalam setiap proses membangun keyakinan, yang merealita. Mengaliri setiap tetes peluh, yang menyertai pergiliran musim duka dan suka.

Malang, 25061443

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar